Kurikulum sampai buku Ajar, Bahkan memaknai perkalian bilangan 2×3 di Indonesia harus tunggal.
Wabah ketunggalan ini perlu diberi penawar, yakni berpikir majemuk.
Di pelajaran seni, siswa menggambar sawah berlatar belakang gunung yang seragam, demikian pula saat mereka mengalikan bilangan juga menggunakan satu cara yang seragam dari timur sampai barat Indonesia.
Pembelajaran matematika ke depan justru harus meralat ini dan mengajak pelajar menciptakan banyak strategi atau algoritma baru untuk berhitung dan menyelesaikan masalah.
Sinopsis Berpikir Majemuk dalam Matematika
Iwan Pranoto & Aditya F. Ihsan
Penerbit Buku Kompas, 2020
Standar, kurikulum, buku ajar, bahkan memaknai perkalian bilangan 2 x 3, yakni 3 + 3, di seluruh Indonesia harus tunggal. Berbeda artinya salah. Gejala menggilai ketunggalan atau terjebak dalam berpikir tunggal ini bukan saja menghambat kelancaran proses bernalar, tetapi juga menghalangi keterbukaan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan dunia global. Berpikir majemuk seharusnya menjadi obat penawar gejala ini.
Dengan semakin terhubungnya dunia, warga di satu tempat berinteraksi dengan warga dunia lain yang mungkin berlokasi jauh, berlatar belakang budaya berbeda, dan memiliki cara pandang yang berlainan. Untuk itu, diperlukan keterampilan berpikir dengan senantiasa meletakkan kemajemukan dan perbedaan sebagai faktor penting di benaknya.
Seseorang yang cakap berpikir majemuk akan berhasrat menggali pemikiran alternatif atau mau mencoba memahami perspektif yang berbeda. Kecuali itu, insan yang terbiasa berpikir majemuk akan tak mudah puas dan percaya akan sebuah cerita tunggal yang didengar atau dibacanya. Ini akan menjadi tameng dalam kehidupan yang telah menyamakan kebenaran dengan popularitas. Kecuali itu, untuk menjalani kehidupan dan menyelesaikan masalah yang kompleks ini, berpikir tunggal semakin tak memadai.
Berkat globalisasi, semakin banyak terjadi pernikahan antara dua insan berbeda ras, berbeda suku, berbeda kebudayaan, atau berbeda kebangsaan. Maka semakin banyak pula lahir insan dengan latar belakang ras ganda, suku ganda, budaya ganda, dan kebangsaan ganda. Gagasan ras atau kebangsaan yang konvensional harus didefinisikan ulang untuk mengakui kemajemukan ini. Kemudian, seperti keterampilan berpikir yang dapat dipelajari melalui pendidikan, demikian pula berpikir majemuk dapat dipelajari. Memang, karakter keilmuan sosial apalagi seni sudah tak asing dengan gagasan kemajemukan. Keberagaman gagasan seperti sudah tertanam di sumsum keilmuan sosial dan seni.
Namun, bagaimana dengan matematika? Di Indonesia, matematika dikenal sebagai ilmu pasti. Solusi pasti dan hanya satu, jika berbeda pasti salah. Bahkan cara mengerjakannya pun menjadi seragam. Jika diberikan soal perhitungan 21 x 48 ke pelajar dari Sabang sampai Merauke, misalnya, besar kemungkinan cara mereka mengerjakan akan sama semua, yakni dikalikan dengan prosedur cara panjang ke bawah. Mengapa pembelajaran matematika tak mengajak pelajar menjajaki serta menemukan strategi mengalikan bilangan yang berbeda? Maka, sama seperti banyak anak Indonesia yang terjebak melukis secara seragam pemandangan sawah dengan latar belakang gunung, demikian pula saat mereka mengalikan bilangan juga menggunakan cara yang seragam.
Buku ini mencoba menawarkan keberagaman atau kemajemukan dalam matematika dan pembelajarannya.
Dari sifat alami matematika sendiri, sesungguhnya ada sisi kemajemukan yang dapat dipanggungkan. Buku ini mencoba menelusuri kemajemukan dalam tataran gagasan tersebut. Namun, yang lebih penting, buku ini mempertunjukkan secara nyata bagaimana mempraktikkan berpikir majemuk ini melalui kegiatan bermatematika. Ilustrasi ini diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk mengembangkan ide pembelajaran lain yang dapat memfasilitasi pelajar untuk mengasah keterampilannya berpikir majemuk. Saat merencanakan, tulisan ini diharapkan sederhana, mudah dipahami, dan mudah diterapkan di kelas, bahkan di rumah.
Besar harapan penulis, pendekatan berpikir majemuk dapat dikembangkan dan diimplementasikan di kegiatan matematika, sehingga anak-anak piawai berpikir majemuk. Ini akan bukan saja membantu mereka hidup efektif di dunia global ini, tetapi juga maju dalam karirnya. Tentunya semua ini diharapkan akan mengimbaskan keharmonisan dalam kehidupan dan berbangsa.
—